Pendidikan adalah kegiatan yang identik
dengan sekolah. Anak yang berusia 7 tahun akan sangat bahagia ketika hari
pertama mereka masuk sekolah karena membayangkan hal yang selama ini
diceritakan oleh Ibunya tentang kegiatan persekolahan. Duduk di kelas mendengarkan
guru menceritakan hal yang baru, bermain bersama teman-teman saat jam
istirahat, dan mengerjakan PR ketika kembali ke rumah.
Tapi sekolah tidak seindah itu. Sekolah tetap
memiliki dua sisi yang saling berlawanan namun saling melengkapi. Di dalam
sekolah memang ada permainan, persahabatan, petualangan, dan kegembiraan.
Namun, di dalam sekolah juga ada perjuangan, persaingan, pembatasan, dan
kesedihan. Sekolah bukan hanya tempat unjuk kepandaian, unjuk kekuatan, ataupun
unjuk kegemaran. Tapi juga tempat untuk belajar berteman, berkenalan dengan
alam, serta menghargai usaha pribadi. Meskipun hal-hal ini sangat subjektif,
namun, saya percaya kita mengalaminya, sadar atau tidak.
Sebagian orang akan mengalami satu sisi,
datang ke sekolah untuk sekedar menyelesaikan rutinitas, untuk satu tujuan,
menyelesaikan pendidikan. Beberapa dari kita akan dengan susah payah
menjejalkan ilmu-ilmu ke dalam kepala untuk dimuntahkan dihadapan penguji, dan
sesaat kemudian, ilmu itu hilang, bagai menguap dari otak. Kita belajar untuk
satu tujuan, lulus ujian. Kita mempersiapkan diri belajar semalaman untuk satu tujuan,
lancar menjawab soal. Maka wajarlah jika sebagian masyarakat akan beranggapan,
mata pelajaran sekolah itu gunanya apa? Apakah saat sedang naik motor kita
harus mengukur berapa kecepatan seekor semut berjalan agar tidak tertabrak? Apakah
saat membeli gula di warung kita harus menggunakan rumus logaritma? Ini bukan
kesalahan mereka. Ini tentang sudut pandang.
Lalu sebagian orang yang lain akan
mengalami sisi yang satunya. Mereka menikmati masa sekolah, belajar dan bersikap
sesuai dengan hakikat sekolah. Mereka datang ke sekolah setiap pagi karena
paham bahwa udara pagi baik untuk paru-paru dan kesehatan ototnya seperti yang
telah dipelajari dalam mata pelajaran biologi. Mereka tidak senang datang
terlambat karena paham pelanggaran akan membuat seseorang dikenakan sanksi
seperti yang mereka pelajari pada mata pelajaran PKn. Mereka menghapal
rumus-rumus fisika karena paham, rumus akan mempermudah mereka memecahkan
setiap masalah.
Juga, mereka paham bahwa sekolah tidak
sesederhana belajar untuk ujian. Namun, lebih nyata daripada itu. Membiasakan diri
mengerjakan tugas, membuat kita terbiasa menggali potensi diri, mengasah
kreativitas otak, dan melakukan inovasi untuk pemecahan masalah. Membiasakan diri
mengumpulkan tugas tepat waktu, mengajarkan kita betapa pentingnya manajemen
waktu, kesabaran dan ketekunan serta bekerja dibawah tekanan. Mengalami
kegagalan saat mengikuti ujian mengajarkan kepada kita, seberapa rendahnya
kemampuan kita jika tanpa Al ‘Alim, Sang Maha Berilmu.
Pada akhirnya, Matematika, Fisika,
Geografi, Sejarah memang bukanlah hal yang menjadi tujuan kita bersekolah. Sekolah
itu tempat melatih diri untuk menghadapi ujian yang sesungguhnya di dalam
kehidupan setelah sekolah. Mereka yang telah mengalami kedua sisi dari sekolah
ini akan merasa, sekolah sangat penting. Sekolah bukan sekedar bangunan yang
ditempati untuk membaca, menulis dan berhitung, lebih dari itu, sekolah adalah
keseluruhan kehidupan seorang manusia, sebagai insan pendidikan.
Maka
sekali lagi, ini bukan tentang salah kaprah, ini tentang sudut pandang.