Minggu, 13 Mei 2018

SEKOLAH


Pendidikan adalah kegiatan yang identik dengan sekolah. Anak yang berusia 7 tahun akan sangat bahagia ketika hari pertama mereka masuk sekolah karena membayangkan hal yang selama ini diceritakan oleh Ibunya tentang kegiatan persekolahan. Duduk di kelas mendengarkan guru menceritakan hal yang baru, bermain bersama teman-teman saat jam istirahat, dan mengerjakan PR ketika kembali ke rumah.

Tapi sekolah tidak seindah itu. Sekolah tetap memiliki dua sisi yang saling berlawanan namun saling melengkapi. Di dalam sekolah memang ada permainan, persahabatan, petualangan, dan kegembiraan. Namun, di dalam sekolah juga ada perjuangan, persaingan, pembatasan, dan kesedihan. Sekolah bukan hanya tempat unjuk kepandaian, unjuk kekuatan, ataupun unjuk kegemaran. Tapi juga tempat untuk belajar berteman, berkenalan dengan alam, serta menghargai usaha pribadi. Meskipun hal-hal ini sangat subjektif, namun, saya percaya kita mengalaminya, sadar atau tidak.

Sebagian orang akan mengalami satu sisi, datang ke sekolah untuk sekedar menyelesaikan rutinitas, untuk satu tujuan, menyelesaikan pendidikan. Beberapa dari kita akan dengan susah payah menjejalkan ilmu-ilmu ke dalam kepala untuk dimuntahkan dihadapan penguji, dan sesaat kemudian, ilmu itu hilang, bagai menguap dari otak. Kita belajar untuk satu tujuan, lulus ujian. Kita mempersiapkan diri belajar semalaman untuk satu tujuan, lancar menjawab soal. Maka wajarlah jika sebagian masyarakat akan beranggapan, mata pelajaran sekolah itu gunanya apa? Apakah saat sedang naik motor kita harus mengukur berapa kecepatan seekor semut berjalan agar tidak tertabrak? Apakah saat membeli gula di warung kita harus menggunakan rumus logaritma? Ini bukan kesalahan mereka. Ini tentang sudut pandang.

Lalu sebagian orang yang lain akan mengalami sisi yang satunya. Mereka menikmati masa sekolah, belajar dan bersikap sesuai dengan hakikat sekolah. Mereka datang ke sekolah setiap pagi karena paham bahwa udara pagi baik untuk paru-paru dan kesehatan ototnya seperti yang telah dipelajari dalam mata pelajaran biologi. Mereka tidak senang datang terlambat karena paham pelanggaran akan membuat seseorang dikenakan sanksi seperti yang mereka pelajari pada mata pelajaran PKn. Mereka menghapal rumus-rumus fisika karena paham, rumus akan mempermudah mereka memecahkan setiap masalah.

Juga, mereka paham bahwa sekolah tidak sesederhana belajar untuk ujian. Namun, lebih nyata daripada itu. Membiasakan diri mengerjakan tugas, membuat kita terbiasa menggali potensi diri, mengasah kreativitas otak, dan melakukan inovasi untuk pemecahan masalah. Membiasakan diri mengumpulkan tugas tepat waktu, mengajarkan kita betapa pentingnya manajemen waktu, kesabaran dan ketekunan serta bekerja dibawah tekanan. Mengalami kegagalan saat mengikuti ujian mengajarkan kepada kita, seberapa rendahnya kemampuan kita jika tanpa Al ‘Alim, Sang Maha Berilmu.

Pada akhirnya, Matematika, Fisika, Geografi, Sejarah memang bukanlah hal yang menjadi tujuan kita bersekolah. Sekolah itu tempat melatih diri untuk menghadapi ujian yang sesungguhnya di dalam kehidupan setelah sekolah. Mereka yang telah mengalami kedua sisi dari sekolah ini akan merasa, sekolah sangat penting. Sekolah bukan sekedar bangunan yang ditempati untuk membaca, menulis dan berhitung, lebih dari itu, sekolah adalah keseluruhan kehidupan seorang manusia, sebagai insan pendidikan.
Maka sekali lagi, ini bukan tentang salah kaprah, ini tentang sudut pandang.

Jumat, 11 Mei 2018

Memulai Ulang


Sudah sangat lama semenjak terakhir kali saya menulis. Karena kesibukan? Tidak juga. Saya terlalu banyak menunda, dengan alasan, menulis bukan prioritas. Juga, saya terlalu menganggap diri sibuk, dengan alasan, ada teaching report  atau Lesson plan yang harus dilengkapi. Sering kali, saya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membaca time line media sosial, dengan alasan, saya butuh penyegaran otak dengan membaca beberapa lelucon atau humor receh.

Namun , saya menyadari bahwa dalam kurun waktu tersebut, saya menjadi tidak produktif. Tidak ada output. Tidak ada karya. Saya berusaha mengisi waktu dengan membaca buku, mendengar curhatan Ibu atau membantu adik mengerjakan PR untuk setidaknya mengurangi kekosongan waktu. Kosong. Kata itu yang menjadi awal kerisauan saya. I have nothing to do! Kata yang menurut saya sangat berbahaya untuk diucapkan. Jangan sampai mengakar ke otak! Ketiadaan kegiatan membuat saya gelisah. Saya yakin, anak muda seusia atau mungkin sepemikiran saya akan menggalau ketika pemikiran semacam ini muncul.

Lalu, suatu hari saya mencoba memperbaiki semuanya dengan mulai menjadwalkan kegiatan saya tiap harinya di ponsel menggunakan aplikasi To Do List, tapi terkadang saya lupa menjadwalkan kegiatan saya diesok hari karena pulang larut malam setelah mengajar. Lelah karena seharian mengajar menjadi salah satu alasan andalan saya untuk tidak menulis. Well, semua jadi semakin memburuk dengan terbengkalainya jadwal kegiatan, tidur jadi tidak teratur, bangun sering kesiangan, saya sudah sangat jarang menyaksikan pemandangan matahari terbit. Tidak ada tulisan, tidak ada bacaan kecuali time line, saya merasa rasa malas sudah menghantui.

Hingga saya mengikuti beberapa grup daring via whatssup. Salah satu yang sangat bermanfaat adalah SHSJ. Grup ini memaksa kita untuk menyetor laporan khatam 1 juz tiap harinya. Awalnya saya rajin mengkhatamkan bacaan 1 juz tiap harinya, di tengah-tengah saya mulai menumpuk bacaan lalu marathon di satu waktu, misalnya di hari libur. Tapi saya tidak ingin mengakhiri perjuangan saya untuk membaca Al-Qur’an. Setidaknya, ada yang mengurangi pemikiran I have nothing to do di dalam otak saya.

Kemudian, saya mencoba kembali menjadwalkan kegiatan keseharian saya dengan mengaplikasikan tontonan youtube yang menggunakan Bullet Journal. Dengan metode ini, kita dapat mengontrol beberapa hal seperti kegiatan, kebiasaan, pengeluaran dan pemasukan di setiap bulannya. Bahkan, dengan sedikit modifikasi, kita dapat membuat sendiri jurnal kegiatan kita di setiap harinya. Hal yang keren dari Journal ini adalah meskipun kita lupa menjadwalkan, kita tetap bisa mengisinya dengan metode diary. Sehingga, kita bisa mengontrol seproduktif apa kita di setiap harinya.

Sudah hampir 2 bulan saya menggunakan metode jurnal ini untuk mengontrol produktifitas saya, setidaknya ini adalah artikel pertama yang saya tulis semenjak menggunakan jurnal. Saya berharap, jurnal ini akan membantu saya menjadi produktif selama Ramadhan. Saya sudah membuat Ramadhan Goal yang saya harap bisa tercapai. Untuk teman-teman yang juga merasakan galau karena tidak produktif, silahkan kunjungi YouTube dan tonton video dengan judul Bullet Journal. Mudah-mudahan membantu.